Palangka Raya, neonusantara.id – Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalimantan Tengah (Kalteng) menggelar press release perkembangan kasus Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dan Pelayaran yang berada di Kabupaten Barito Timur (Bartim) yang menyeret PT. Mitra Tala.
Adapun press release dilaksanakan bertempat di Aula Keadilan Restoratif, Diskrimsus Polda Kalteng, Palangka Raya pada Senin (24/6/2024)
Kasubdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Kalteng, AKBP Joko Handono dalam rilis tersebut menyampaikan pihaknya telah melakukan penyelidikan sebelumnya, telah ditetapkan salah seorang tersangka yang merupakan Direktur Utama PT. Mitra Tala yang berinisial HP.
“Kasus ini yakni penggunaan pelabuhan khusus untuk umum dan terkait dengan kawasan Hutan yang dilakukan oleh PT. Mitra Tala,” ujar Joko yang juga didampingi oleh Kasubdit Penmas Polda Kalteng AKBP Resky Maulana Z.
Lanjutnya, dari hasil penyelidikan yang telah dilakukan sejak Januari 2024 lalu dan untuk perkembangannya dinyatakan lengkap atau P21 oleh Jaksa Penuntut Umum.
Adapun untuk kegiatan tahap II yakni penyerahan tersangka dan barang bukti kepada Jaksa Penuntut Umum dengan satu orang tersangka dan lima barang bukti diantaranya dokumen-dokumen perizinan, batubara, alat-alat dan sejumlah bangunan yang berada di kawasan hutan.
Sementara itu dalam proses penyidikan, pihaknya telah mendapatkan temuan baru yakni menyangkut perizinan terminal khusus yang berada di kawasan hutan serta terkait dengan surat rekomendasi penggunaan kawasan hutan (PKH) yang diterbitkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Kalteng yang diduga ada penyimpangan.
“Saat ini kita lakukan pendalaman dan proses tindak lanjut di Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalteng,” ujarnya.
Atas perbuatan tersebut, tersangka dikenakan Pasal 78 ayat (3) Jo Pasal 50 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang dan/atau Pasal 300 Jo. Pasal 105 Undang -Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Mengenai ancaman hukuman kurungan penjaranya yakni, untuk tindak pidana kehutanan paling lama 10 tahun dan denda Rp. 750 miliar. sedangkan untuk tindak pidana pelayaran paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp. 300 juta.(red)