banner 728x250

DPRD Barut Soroti Penyaluran Kompensasi PT NPR, Diduga Langgar Hukum

MUARA TEWEH, neonusantara.id – Anggota DPRD Barito Utara (Barut), Hasrat, menegaskan bahwa langkah PT. Nusa Persada Resources (NPR), perusahaan pertambangan yang beroperasi di kawasan hutan, untuk menitipkan uang kompensasi lahan masyarakat kepada Kepala Desa merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum dan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.

Menurut Hasrat, praktik tersebut tidak hanya menyalahi etika administrasi publik, tetapi juga berpotensi melanggar berbagai ketentuan perundang-undangan, baik di bidang pertanahan, pengadaan lahan, maupun pengelolaan keuangan desa.

“Kami menemukan bahwa PT. NPR telah menyalurkan dana kompensasi dengan menitipkannya kepada Kepala Desa, sementara status lahan yang dikompensasi masih bermasalah. Ada titik-titik yang tumpang-tindih kepemilikan, dan harga ganti rugi pun belum disepakati secara resmi antara perusahaan dan masyarakat pemilik hak,” ujar Hasrat, Rabu (22/10/2025). Ia menilai langkah tersebut merupakan bentuk maladministrasi dan penyimpangan prosedural, karena kompensasi atau ganti rugi hanya dapat dibayarkan kepada pihak yang memiliki hak yang sah, bukan melalui perantara pemerintahan desa. Hal ini, lanjutnya, telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, yang mewajibkan pembayaran kompensasi dilakukan setelah verifikasi kepemilikan dan penetapan nilai yang disepakati bersama.

Selain itu, dalam konteks keuangan desa, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 serta Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 menegaskan bahwa setiap penerimaan dan pengeluaran desa harus memiliki dasar hukum yang sah dan tercatat dalam APBDes. “Menitipkan uang kompensasi kepada Kepala Desa bukan hanya pelanggaran prosedur administratif, tetapi juga membuka peluang penyalahgunaan wewenang. Apalagi ketika status kepemilikan lahan masih belum jelas dan belum ada kesepakatan nilai. Hal semacam ini berpotensi menimbulkan persoalan hukum serius di kemudian hari,” tegas Hasrat. Lebih lanjut, politisi yang dikenal vokal dalam isu tata kelola sumber daya alam ini menilai, langkah PT. NPR justru dapat menimbulkan konflik horizontal di masyarakat, mengingat sebagian besar lahan masih dalam sengketa kepemilikan.

Penyaluran dana yang tidak transparan dan tanpa dasar hukum yang jelas, menurutnya, bisa memicu ketegangan sosial, memperlemah kepercayaan warga terhadap pemerintah desa, serta mencoreng citra perusahaan. “PT. NPR seharusnya memahami bahwa membangun kepercayaan publik jauh lebih penting daripada tergesa-gesa membayar kompensasi yang belum jelas dasar hukumnya. Pembangunan ekonomi tidak boleh mengorbankan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat,” tambahnya.
Hasrat menyebut DPRD Kabupaten Barito Utara akan mengambil langkah pengawasan tegas terhadap praktik ini. Ia mendesak Pemerintah Kabupaten Barito Utara melalui Dinas Pertanahan, Dinas Lingkungan Hidup, dan Inspektorat Daerah untuk segera melakukan evaluasi dan verifikasi lapangan atas tindakan PT. NPR.

“Kami meminta agar mekanisme pembayaran kompensasi yang melibatkan Kepala Desa segera dihentikan. Perusahaan wajib menyalurkan kompensasi secara langsung kepada masyarakat pemilik lahan yang sah, berdasarkan hasil verifikasi kepemilikan yang sah menurut hukum,” ujarnya. Ia juga menegaskan, apabila perusahaan tetap melanjutkan mekanisme penitipan dana melalui Kepala Desa, DPRD akan merekomendasikan evaluasi terhadap izin perusahaan dan meminta aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran administrasi maupun hukum yang mungkin terjadi.

Menurut Hasrat, ada tiga konsekuensi serius jika praktik ini terus berlanjut. Pertama, perusahaan dapat dianggap tidak patuh terhadap ketentuan hukum dan berisiko mendapat sanksi administratif atau pencabutan izin operasional. Kedua, Kepala Desa yang menerima dan mengelola dana titipan di luar mekanisme resmi dapat dikenai sanksi atas penyalahgunaan kewenangan dan pelanggaran tata kelola keuangan desa. Ketiga, masyarakat pemilik lahan justru akan kehilangan kepastian hak atas kompensasi dan berpotensi menjadi korban konflik sosial serta ketidakjelasan hukum. “Kami tidak ingin masyarakat menjadi korban dari praktik yang mengaburkan tanggung jawab hukum. Semua pihak harus menghormati aturan agar keadilan dan kepercayaan publik tetap terjaga,” tegasnya.

Hasrat menegaskan bahwa kompensasi lahan adalah hak masyarakat yang tidak boleh diwakilkan, dititipkan, atau dimediasi oleh pihak mana pun tanpa dasar hukum yang jelas. Ia memastikan DPRD Kabupaten Barito Utara akan terus mengawal agar seluruh kegiatan investasi dan pertambangan di daerah berjalan sesuai dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan supremasi hukum. “Kita tidak menolak investasi, tetapi kita menolak segala bentuk penyimpangan hukum. Pembangunan harus berpihak kepada rakyat, bukan malah menempatkan rakyat sebagai pihak yang dikorbankan,” pungkas Hasrat. (red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *